Kamis, 09 Oktober 2014

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ASKEP PASIEN DENGAN BPH


Konsep Dasar

A.   Definisi

  • Benigna prostatic hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering terjadi sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormone prostat. (Yuliana elin,2011).
  • BPH (benigna prostat hiperplaso) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas ke dalam kandung kemih dan menyumbat ali ran urin dengan cara menutupi orifisiumuretra.

B.   Etiologi

Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversitestosteron yang menjadi estrogen di jaringan adiposa perifer. Namun, hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi prostat adalah :

a.    Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut.
b.    Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
c.    Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati.
d.    Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.

Pada umumnya dikemukakan beberapa teori :

§  Teori Sel Stem, sel baru biasanya tumbuh dari sel stem. Oleh karena suatu sebab seperti faktor usia, gangguan keseimbangan hormon atau faktor pencetus lain. Maka sel stem dapat berproliferasi dengan cepat, sehingga terjadi hiperplasi kelenjar periuretral.
§  Teori kedua adalah teori Reawekering (Neal,1978) menyebutkan bahwa jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologi sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.
§  Teori lain adalah teori keseimbangan hormonal yang menyebutkan bahwa dengan bertanbahnya umur menyebabkan terjadinya produksi testoteron dan terjadinya konversi testoteron menjadi setrogen. ( Kahardjo, 1995).


C.   Patofisiologi

§  Pathway
·         Patofisiologi
Sebagian besar (80%) laki-laki usia diatas 50 tahun menderita Bp. H tetapi kebanyakan tanpa gejala. Hanya 10% saja yang menimbulkan gejala klinis. Gejala klinis yang pertama timbul adalah manifestasi dari adanya obstruksi. Obstruksi yang ditimbulkan oleh pembesaran prostat menyebabkan tahanan di uretra prostatika meningkat sehingga muskulus detrusor buli-buli harus berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urin keluar. Hal ini menyebabkan hipertropi pada muskulus detrusor. Pada pemeriksaan sistoskopi ini akan terlihat sebagai trabekulasi dan adanya selulit. Lama-kelamaan terjadi gangguan pada persyaratan buli-buli sehingga timbul gejala intatif. Suatu saat muskulus detrasor tidak mampu lagi memompa urin (dekompensasi) dan terjadilah retensi urin. Kadang–kadang muskulus detrusor kemampuan kontraksinya terbatas, artinya sebelum buli-buli kosong kontraksinya sudah berhenti, maka dalam buli-buli akan tersisa urin (rest urin). Diduga Penyebab dari BPH yang berperan adalah perubahan keseimbangan hormonal, dimana ratio estrogen testosterone meningkat.

D.   Tanda dan Gejala

§  Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga mengakibatkan: pancaran miksi melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan (straining) kencing terputus-putus(intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena overflow.

§  Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor dengan tanda dan gejala antara lain: sering miksi (frekwensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria) (Mansjoer, 2000)

E.   Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal (Corwin, 2000)

Kerusakan traktusurinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesikourinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesikaurinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).


F.    Penatalaksanaan Medis

Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis:

a)    Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptoralfa seperti alfazosindanterazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasiprostat. Sedikit pun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.

b)    Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksiendoskopi melalui uretra (transuretra)

c)    Stadium III
Pada stadium II reseksiendoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidakakan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesika, retropubik dan perineal.

d)    Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.

Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada BPH dapat dilakukan dengan:

A.   Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan, kurangi kopi, hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa kencing dan colok dubur.

B.   Medikamentosa

§  Penghambat alfa (alpha blocker)
Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-α1, dan prostat memperlihatkan respon mengecil terhadap agonis. Komponen yang berperan dalam mengecilnya prostat dan leherbuli-buli secara primer diperantarai oleh reseptor α1a. Penghambatan terhadap alfa telah memperlihatkan hasil berupa perbaikan subjektif dan objektif terhadap gejala dan tanda (sing and symptom) BPH pada beberapa pasien. Penghambat alfa dapat diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor dan waktu paruhnya.

§  Penghambat 5α-Reduktase (5α-Reductase inhibitors)
Finasteride adalah penghambat 5α-Reduktase yang menghambat perubahan testosteron menjadi dihydratestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen epitelprostat, yang menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar dan memperbaiki gejala. Dianjurkan pemberian terapi ini selama 6 bulan, guna melihat efek maksimal terhadap ukuran prostat (reduksi 20%) dan perbaikan gejala-gejala.

§  Terapi Kombinasi
Terapi kombinasi antara penghambat alfa dan penghambat 5α-Reduktase memperlihatkan bahwa penurunan symptom score dan peningkatan aliran urin hanya ditemukan pada pasien yang mendapatkan hanya Terazosin. Penelitian terapi kombinasi tambahan sedang berlangsung.

§  Fitoterapi
Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuh-tumbuhan untuk tujuan medis. Penggunaan fitoterapi pada BPH telah popular di Eropa selama beberapa tahun. Mekanisme kerja fitoterapi tidak diketahui, efektifitas dan keamanan fitoterapi belum banyak diuji.

C.   Terapi Bedah
Indikasinya adalah bilaretensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan:
§  TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra.
§  Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung kemih
§  Prostatektomi retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisipada abdomen bagian bawah melalui fosaprostat anterior tanpa memasuki kandung kemih.
§  Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara skrotum dan rektum.
§  Prostatektomi retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian bawah, uretra dianastomosiskan keleher kandung kemih pada kanker prostat.

D.   Terapi Invasif Minimal
§  Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)
Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan kekelenjar prostat melalui antena yang dipasang melalui/ pada ujung kateter.
§  Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP)
§  TransUretral Ballon Dilatation (TUBD)

 
G.   DISCHARGE PLANNING
Berhenti merokok
Biasakan hidup bersih
Makan makanan yang banyak mengandung vitamin dan hindari minuman beralkohol
Berolah raga secara rutin dan berusaha untuk mengendalikan stress
Menilai dan mengajarkan pasien untuk melaporkan tanda-tanda hematuria dan infeksi
Jelaskan kompliaksi yang mungkin muncul pada BPH
Anjurkan pasien untuk menghindari konsumsi obat-obatan yang mengganggu berkemih
Mendorong untuk selalu check up

--------------------------------------------------------------------------------


DAFTAR PUSTAKA

  Jong, Wim de, danSyamsuhidayat R, 1998, Buku Ajar Ilmu Bedah, Editor : R. Syamsuhidajat, Wim De Jong, Edisi revisi : EGC ; Jakarta.
Basuki B Purnomo, 2000, Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI, Katalog Dalam Terbitan (KTD), Jakarta.
Sjamsuhidayat , R . 1997 . Buku Ajar Ilmu Bedah . Jakarta : EGC.
MansjoerArif, Suprohaito, KapitaSelektaKedokteranjilid 2 edisi ketiga. Jakarta : penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, 2000.

Johnson, M; Maas, M; Moorhead, S. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby: Philadelphia
McCloskey, J dan Bulechek, G. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby: Philadelphia 
Nanda (2000), Nursing Diagnosis: Prinsip-Prinsip dan Clasification, 2001-2002, Philadelphia, USA